Kinerja PT Krakatau Steel (Persero) Tbk pada Semester I 2019 masih terpuruk. Tercatat pendapatan Perseroan turun sebesar 17,82 persen menjadi USD702,05juta dibanding periode yang sama tahun lalu. Selain itu, kondisi yang menantang ini juga menggerus laba kotor Perseroan sebesar 76,11 persen atau menjadi USD 23,98 juta YoY.
Direktur Utama Krakatau Steel Silmy Karim mengatakan, tantangan yang sangat nyata dihadapi adalah adanya impor baja yang masih tinggi menghantam industri baja nasional.Impor baja masih dominan dan menekan industri baja dalam negeri. Tingkat utilisasi produksi HRC saat ini masih di bawah 50 persen, karena porsi impor masih cukup dominan dalam pemenuhan baja domestik, ujar Silmy Karim dalam keterangannya, Sabtu (3/8/2019).
Dihimpun dari data The South East Asia Iron and Steel Institute (SEAISI) pada tahun 2018, jumlah importasi baja di Indonesia mencapai 7,6 juta ton. Bahkan komoditas besi dan baja tercatat sebagai komoditi impor terbesar ke-3, yaitu sebesar 6,45 persen dari total importasi dengan nilai 10,25 Milyar USD (Badan Pusat Statistik, 2018). Data dari Badan Pusat Statistik, pada Januari - Maret 2019, jumlah impor besi dan baja meningkat 14,75 persen secara year on year menjadi 2,76 Milyar USD. Kenaikan impor produk tersebut menjadi yang terbesar keempat, imbuh orang nomor satu di Krakatau Steel tersebut.
Untuk mengatasi hal ini, PT Krakatau Steel (Persero) Tbk terus menjalankan program
restrukturisasi agar kinerja Krakatau Steel dapat kembali optimal dan membukukan keuntungan. Restrukturisasi perusahaan yang dijalankan meliputi restrukturisasi hutang dan transformasi bisnis.
Restrukturisasi ini bertujuan agar Krakatau Steel lebih efisien dan kompetitif di tengah persaingan industri baja global. Hal ini juga merupakan bentuk komitmen Perseroan kepada pemegang saham dan pihak stakeholder lainnya.
Langkah-langkah yang dilakukan adalah optimalisasi aset-aset non core agar lebih berdaya guna, mencari mitra bisnis strategis, spin off atau pelepasan unit kerja yang semula bersifat cost center dan hanya melayani induk perusahaan (KS), menjadi bagian dari pengembangan bisnis anak perusahaansehingga bersifat profit center, dan perampingan organisasi. Langkah operasi lain yang tengah dilakukan adalah memperbaiki pola penjualan produk sehingga diharapkan akan menaikan volume penjualan serta memperbaiki pola konsumsi energi dan peningkatan yield produksi di pabrik Hot Strip Mill untuk menekan biaya produksi, pungkas Silmy.
Kinerja PT Krakatau Steel (Persero) Tbk belum terlalu membanggakan hingga Semester I 2019. Hal ini dibuktikan dari pendapatan perusahaan yang mengalami penurunan jika daibandingkan periode yang sama tahun lalu (YoY). Pendapatan Perseroan turun sebesar 17,82 persen menjadi USD702,05 juta dibanding periode yang sama tahun lalu. Selain itu, kondisi yang menantang ini juga menggerus laba kotor Perseroan sebesar 76,11 persen atau menjadi USD 23,98 juta YoY.
Sepanjang Semester I 2019, Perseroan berhasil meningkatkan penjualan untuk produk HRC (Hot Rolled Coil) dan Pipa baja dari periode yang sama tahun sebelumnya masing-masing 5,52 persen dan 18,63 persen menjadi 608.493 ton dan 46.949 ton. Namun demikian, total keseluruhan penjualan menurun 16,78 persen menjadi 870.995 ton untuk periode yang sama dengan tahun 2018. Hal ini disebabkan oleh menurunnya penjualan pada produk baja lainnya seperti Cold Rolled Steel, Wire Rod, Bars & Section yang masing-masing mengalami penurunan sebesar 47,44 persen, 77,62 persen, 39,44 persen, 44,82 persen.
Penurunan penjualan terbesar terjadi pada produk wire rod menjadi 12.279 ton dari yang sebelumnya 54.858 ton di semester 1 tahun lalu. Maraknya baja impor dengan praktik unfair trade menjadi salah satu penyebab utama tidak terserapnya produk baja untuk infrastruktur tersebut kata Corporate Secretary Krakatau SteelPria Utama dalam keterangannya, Sabtu (3/8/2019).
Sementara untuk kinerja anak usaha, penyedia jasa di bidang kepelabuhanan, air industri, dan energi serta kawasan industri dan properti memiliki capaian kinerja yang cukup baik. Khusus untuk PT Krakatau Bandar Samudera, anak usaha di bidang kepelabuhanan mencatatkan peningkatan laba sebesar 17,99 persen menjadi sebesar USD7.888 ribu dari yang sebelumnya USD6.685 ribu pada periode yang sama tahun lalu. Sementara untuk PT Krakatau Tirta Industri, PT Krakatau Daya Listrik, dan PT Krakatau Industrial Estate Cilegon juga membukukan laba masing-masing sebesar USD5.149 ribu, USD1.863 ribu, dan USD371 ribu.
PT Krakatau Bandar Samudera sebagai operator Pelabuhan Cigading di Cilegon, Banten telah menyelesaikan dua dermaga baru yaitu dermaga 7.1 dan 7.2 dengan kapasitas 3,5 juta ton, sehingga total kapasitas bongkar muat Pelabuhan Cigading menjadi 25 juta ton per tahun. Hal tersebut menjadikan Pelabuhan Cigading sebagai pelabuhan curah kering terbesar di Indonesia Saat ini KTI mampu menyuplai kebutuhan air industri sebesar 2400 liter per second (lps).
No comments:
Post a Comment