3 Fakta Mencengangkan Modus Perdagangan Anak di Situbondo





Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menemukan fakta baru terkait kasus perdagangan anak yang terjadi di Situbondo, Jawa Timur. Lima dari 12 orang perempuan korban perdagangan manusia di Situbondo Jawa Timur berusia di bawah 18 tahun. Menurut Komisioner KPAI Bidang Trafficking dan Eksploitasi, Ai Maryati Solihah, ada tiga fakta mencengangkan dari sisi modus perdagangan anak. Mereka yang didatangkan dari kota dan Kabupaten Bandung, Jawa Barat kini sedang ditangani pemerintah Provinsi Jawa Timur.

Fakta pertama, perubahan pola rekrutmen para pelaku dengan cara memanfaatkan dan mengeksploitasi anak. Pelaku melancarkan pendekatan lewat emosi dan psikologis dengan mengajak teman sebaya. Proses rekrutmen perdagangan anak ini instan dan cepat sekaligus menyamarkan pelaku sebagai otak perekrut yang sebenarnya. Dalam waktu singkat, terkumpul 12 orang target dengan profil, yaitu mirip remaja (di bawah umur), dalam keadaan putus sekolah, tidak asing dengan dunia malam, kurang kasih sayang dan perhatian orang tua, serta sedang membutuhkan pekerjaan.

Fakta kedua, korban langsung mendapat pinjaman uang Rp5 juta sampai Rp10 juta untuk keperluan sehari-hari. Misal, ketersediaan ponsel, tempat tinggal atau kos, pakaian, dan makan sehari-hari. Semua uang itu awalnya ringan (pinjaman) kemudian menjadi utang. Akibatnya, korban semakin terikat (dengan pelaku) dan tereksploitasi. Utang tersebut juga harus dibayar di luar pendapatan mereka saat bekerja," Ai menambahkan.

Fakta ketiga, hampir seluruh korban mulanya dijanjikan bekerja di tempat karaoke hanya sebagai pemandu lagu. Akan tetapi, adanya pemenuhan kebutuhan yang terus dipenuhi lantas menumpuk jadi hutang, mereka sulit menghindari terjadinya eksploitasi seksual.Dari temuan tersebut KPAI merekomendasikan korban anak mendapatkan rehabilitasi sosial anak korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) berbasis pada pemenuhan hak anak dengan sarana dan prasarana yang mendukung mental dan psikologis.

Perhatikan juga kebutuhan anak seperti koordinasi dengan keluarga, penempatan rehabilitasi sosial khusus anak.Melihat profil anak yang putus sekolah yang sedemikian besar, kami meminta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan meningkatkan program sekolah non formal seperti PKBM (Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat) untuk lebih mendekatkan akses pendidikan pada anak, Ai menambahkan. KPAI pun meminta Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) untuk mendampingi dan melindungi anak korban sekaligus saksi dalam kasus ini. Apresiasi penanganan medis dan assesmen psikologis yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Jawa Timur dengan cepat dan profesional turut diapresiasi KPAI.

Share:

No comments:

Post a Comment

Link Banner

Popular Posts

Labels

Blog Archive

Recent Posts