Home »
bandar judi
,
bandar poker
,
bandar q
,
berita bola
,
berita sport
,
berita terikini
,
info bola
,
info unik
,
info wisata
,
Janda Miliarder Sumbang Rp 2 Triliun Demi Pasien Penyakit Mental
» Janda Miliarder Sumbang Rp 2 Triliun Demi Pasien Penyakit Mental
Janda Miliarder Sumbang Rp 2 Triliun Demi Pasien Penyakit Mental
Salt Lake City - Janda miliarder dan putranya memberikan sumbangan sebesar USD 150 juta atau Rp 2 triliun (USD 1 = Rp 13.975) kepada Universitas Utah. Uang sumbangan tersebut akan digunakan demi mendirikan institut kesehatan mental untuk membantu penelitian, perawatan, pendidikan, dan jangkauan ke masyarakat. Dilaporkan Forbes, sumbangan itu diumumkan langsung oleh Karen Huntsman, janda dari miliarder Jon Huntsman yang wafat pada Februari 2018.
Semua keluarga terdampak oleh penyakit mental. Ini adalah langkah pertama untuk memposisikan Utah sebagai pemimpin nasional dalam mengidentifikasi, merawat, dan mencari pengobatan terbaru bagi keluar-keluarga yang menghadapi tantangan sulit untuk menangkal kesehatan mental, ujar Karen seraya mengundang lebih banyak pihak untuk mendukung program ini. Sumbangan ini dinilai datang pada saat yang tepat. Sebab menurut studi Universitas Utah ada setengah orang dewasa di Utah yang memiliki masalah mental tidak mendapatkan perawatan.
Selain itu, 40 persen anak usia 12 - 17 tahun di Utah yang mengalami depresi tidak mendapat pertolongan karena kurangnya psikiater anak di sana. Peter Huntman, putra dari sang mendiang miliarder, berkata ia sendiri punya dua anak yang juga berjuang menghadapi kesehatan mental.
Dia pun berharap sumbangan ini menjadi pemicu perubahan pelayanan kesehatan mental di Utah. Pada akhirnya, butuh kombinasi keterlibatan negara bagian, badan amat, dan penyedia pelayanan kesehatan, ujar Peter yang menjabat sebagai CEO Huntsman Corp.
Sumbangan ini akan diberikan secara bertahap dalam 15 tahun ke depan lewat yayasan keluarga Huntman. Keluarga Huntsman pun sudah memiliki hubungan yang baik dengan Universitas Utah. Jon Huntsman merupakan miliarder yang terkenal atas aksi amalnya. Semasa hidupnya, ia menyumbang jutaan dolar untuk melawan penyakit kanker. Ia wafat pada usia 80 tahun karena penyakit kanker prostat. Semua keluarga terdampak oleh penyakit mental. Ini adalah langkah pertama untuk memposisikan Utah sebagai pemimpin nasional dalam mengidentifikasi, merawat, dan mencari pengobatan terbaru bagi keluar-keluarga yang menghadapi tantangan sulit untuk menangkal kesehatan mental, ujar Karen seraya mengundang lebih banyak pihak untuk mendukung program ini.
Sumbangan ini dinilai datang pada saat yang tepat. Sebab menurut studi Universitas Utah ada setengah orang dewasa di Utah yang memiliki masalah mental tidak mendapatkan perawatan.
Selain itu, 40 persen anak usia 12 - 17 tahun di Utah yang mengalami depresi tidak mendapat pertolongan karena kurangnya psikiater anak di sana. Peter Huntman, putra dari sang mendiang miliarder, berkata ia sendiri punya dua anak yang juga berjuang menghadapi kesehatan mental.
Dia pun berharap sumbangan ini menjadi pemicu perubahan pelayanan kesehatan mental di Utah. Pada akhirnya, butuh kombinasi keterlibatan negara bagian, badan amat, dan penyedia pelayanan kesehatan,ujar Peter yang menjabat sebagai CEO Huntsman Corp. Sumbangan ini akan diberikan secara bertahap dalam 15 tahun ke depan lewat yayasan keluarga Huntman. Keluarga Huntsman pun sudah memiliki hubungan yang baik dengan Universitas Utah. Jon Huntsman merupakan miliarder yang terkenal atas aksi amalnya. Semasa hidupnya, ia menyumbang jutaan dolar untuk melawan penyakit kanker. Ia wafat pada usia 80 tahun karena penyakit kanker prostat.
Menurut Ahli, Ini 6 Kalimat yang Tak Boleh Dikatakan pada Penderita Depresi Sekarang ini depresi masih dianggap tabu oleh masyarakat, khususnya Indonesia. Padahal depresi adalah gangguan mental yang serius dan tidak boleh disepelekan. Tak sedikit orang mengira depresi itu tak ada bedanya dengan perasaan sedih. Pengidap depresi akan merasa sangat down dan lesu, tapi berbeda dari rasa sedih biasanya. Depresi berlangsung selama dua minggu atau lebih dan penderitanya akan merasa putus asa dan worthless. Depresi ini merupakan penyakit nyata dan bukan merupakan tanda kelemahan seseorang maupun cacat karakter.
Masih banyak orang-orang yang minim pengetahuan tentang gangguan mental ini. Hal ini lah yang menyebabkan sering terjadi kesalahan dalam menangani seseorang yang depresi. Kalau kamu memiliki teman yang memiliki gejala depresi atau telah memberi tahu bahwa ia depresi, kamu harus menanganinya dengan hati-hati. Mungkin kamu ingin menjadi teman yang baik dan memberi nasihat, tapi seringkali nasihat yang diberikan justru membuatnya merasa lebih buruk, bahkan fatal. Berikut 6 kalimat fatal untuk dikatakan pada penderita depresi yang Liputan6.com lansir dari Very Well Mind.
Meski sakit, depresi tidak sama dengan penyakit fisik. Sebaliknya mereka yang sedang berjuang melawan depresi kadang bisa terlihat sangat sehat, karena meski dalam keadaan tertekan setidaknya mereka masih mau memaksakan diri untuk bangun dan menjalani kehidupan. Tapi hanya karena seseorang terlihat baik, tidak berarti kamu bisa meragukan depresi yang dia rasakan. Bukannya berakibat baik, kalimat kamu tidak terlihat sakit" hanya akan membuat teman kamu merasa tidak dipedulikan lagi dan membuat depresi yang dia rasakan semakin parah.
2. Positive thinking saja.
Tidak semudah itu. Coba dipikirkan lagi, kalau hidup sudah terasa sulit dan menderita, dan sangat tertekan, apakah mudah untuk coba berpikir positif Hidup dengan pikiran yang positif memang lebih enak. Tapi hal itu butuh proses bagi orang-orang yang mengalami depresi.
3.
Mungkin kamu bermaksud baik, tapi "semangat" tidak akan menyelesaikan segalanya. Dan tidak mudah bagi orang depresi untuk merasa bahagia, semudah kamu mengucapkannya. Bangkit dan menjalani aktivitas saja mungkin sulit bagi orang yang mengalami depresi, apalagi melakukan hal baru. Kamu harus berhenti menyuruhnya untuk beraktivitas karena hal ini mengganggu dan membuatnya semakin down.
4. Orang-orang yang depresi kebanyakan ingin menyendiri bukan karena ia sedih tapi mereka Lelah harus berpura-pura kuat dihadapan orang lain. Mereka Lelah memperlihatkan senyuman dan bertingkah seakan baik-baik saja.
5.Kurang berdoa bukanlah alasan teman kamu mengalami depresi. Kamu harus mulai memperlakukan depresi seperti penyakit lainnya, semisal flu. Apakah kamu akan menyuruh penderita flu untuk berdoa lebih banyak Penderita flu juga akan diberi obat. Sama halnya dengan temanmu yang depresi. Pertolongan pertama yang ia butuhkan adalah dari psikolog, psikiater, atau konselor.
6.Kamu tahu dari mana kalau semua ini akan berakhir baik-baik saja Bukan membantu, tapi kata-kata ini bisa memberi temanmu false hope dan membuatnya tambah resah. Mengatakan hal ini juga tidak akan membangkitkan semangat temanmu secara langsung. Karena orang depresi tidak membutuhkan lebih dari sekedar it's going to be okay. Kalimat ini justru bisa membuat temanmu merasa kalau ia telah menjadi beban bagi orang lain.
No comments:
Post a Comment